Ketika Khalifah Ali Kehilangan Baju
Khalifah Ali bin Abi Thalib kehilangan baju besinya ketika
memimpin perang shifin. Padahal sebagai panglima, baju itu sangat
dibutuhkannya. Maka alangkah gembirannya Ali beberapa hari kemudian tatkala ada
yang memberi tahu bahwa baju itu berada di tangan pedagang beragama Yahudi.
Kepada pedagang itu Ali menegur, ”Baju besi yang kautawarkan itu
kepunyaanku. Dan seingatku, tidak pernah kuberikan atau kujual kepada siapa
pun.”
Yahudi itu menjawab, ”Tidak baju besi ini milikku sendiri. Aku
tak pernah diberi atau membelinya dari siapapun.”
Saling klaim kepemilikkan terjadi berlarut-larut, hingga mereka
sepakat membawa perkara itu ke meja hijau. Yang menjabat kedudukan hakim kala
itu adalah sahabat Ali yang setia bernama Syuraikh.
Ali mengadu,”Tuan hakim, aku menuntut orang Yahudi ini karena
telah menguasai baju besi milikku tanpa sepengetahuanku.”
Syuraikh menoleh ke arah si pedagang Yahudi da bertanya,
”Betulkah tuduhan Ali tadi bahwa baju besi yang berada di tanganmu itu
miliknya?”
”Bukan. Baju besi ini kepunyaanku,” sanggah Yahudi berkeras.
”Bohong dia,” ucap Ali agak marah. ”Baju besi itu milikku. Masak
aku seorang panglima tidak mengenali baju besiku sendiri?”
Syuraikh menengahi agar Ali tidak berpanjang-panjang. ”Begini,
Saudara Ali bin Abi Thalib. Yang terlihat, baju besi itu kini berada dalam
penguasaan Yahudi ini. jadi, kalau engkau mengklaim baju besi itu milikmu,
engkau harus mengajukan dua saksi atau bukti-bukti lainnya.
”Ada aku punya saksi.”
”Siapa mereka?”
”Anakku Hasan dan Husain,” jawab Ali.
Syuraikh memotong, ”Maaf. Kesaksian anak kandung berapa pun
jumlah mereka, tidak sah menurut hukum yang berlaku. Jadi, kalau tidak ada
bukti-bukti lain, tuduhanmu itu batal dan baju besi ini mutlak kepunyaan Yahudi
ini.”
Vonis dijatuhkan. Tuduhan sang panglima yang juga kepala negara
dibatalkan pengadilan. Sementara Yahudi yang tak seagama dengan hakim itu pun
memenangkan perkara.
Ketika Syiraikh ditanya mengapa ia tidak memberi keputusan yang
menguntungkan Khalifah yang juga orang dekatnya itu, ia menjawab:
”Maaf. Kita ini penggembala. Dan setiap penggembala akan ditanya
tentang tanggung jawab penggembalaannya (kullukum raa’in wa kullukum mas-ulun
’an ra’iyyatih).”
Posting Komentar